Batam || Liputan.onenews.co.id - Aktivitas penambangan pasir ilegal di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, adalah bukti nyata dari wajah buram penegakan hukum di Indonesia. Dugaan keterlibatan oknum aparat dari tiga matra negara dalam aktivitas ilegal ini bukan hanya ironi yang menyesakkan, tetapi juga menunjukkan betapa parahnya penyalahgunaan wewenang di negeri ini.
Investigasi tim Media Berantastikor.co.id mengungkap empat lokasi pengerukan pasir ilegal yang menggunakan alat berat dan puluhan dump truck. Operasi ini dilakukan terang-terangan pada Rabu malam, 5 Juni 2024, tidak jauh dari Markas Besar Kepolisian Daerah (Mapolda) Kepulauan Riau. Fakta ini menunjukkan betapa beraninya pelaku dalam mengabaikan dampak lingkungan yang merusak dan potensi bahaya bagi masyarakat setempat.
Salah satu pekerja di lokasi, yang mengatur lalu lintas dump truck, menyebut bahwa operasi tersebut dikelola oleh individu berinisial ED, RI, dan MI, yang semuanya diduga merupakan aparat dari berbagai satuan. Di lokasi lain, kegiatan serupa diduga dijalankan oleh seseorang berinisial TR. Ketika ditelusuri lebih lanjut, upaya konfirmasi kami kepada pihak-pihak terkait tidak mendapatkan tanggapan, menambah dugaan adanya konspirasi diam-diam untuk melindungi kegiatan ini.
Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin aktivitas ilegal yang merusak ini dibiarkan begitu saja? Bagaimana kita bisa berharap penegakan hukum yang adil jika mereka yang seharusnya menegakkan hukum justru menjadi pelanggar? Ini adalah pengkhianatan terhadap tugas mereka dan mencoreng nama baik institusi penegak hukum.
Kerusakan lingkungan di Nongsa adalah ancaman nyata. Hutan yang dirusak, tanah yang terkikis, dan ekosistem yang terancam semuanya memiliki dampak jangka panjang yang serius bagi masyarakat setempat. Lebih dari itu, keterlibatan aparat dalam kegiatan ilegal ini adalah bukti adanya penyalahgunaan wewenang yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Mengabaikan Aturan dan Undang-Undang
Kegiatan penambangan pasir tanpa izin jelas melanggar berbagai aturan dan undang-undang di Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas mengatur bahwa semua aktivitas penambangan harus dilakukan dengan izin resmi dari pemerintah. Pasal 158 undang-undang ini menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Selain itu, aktivitas ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menghindari kerusakan akibat aktivitas manusia. Pasal 109 undang-undang ini mengancam setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa izin lingkungan dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Lebih lanjut, tindakan oknum aparat yang diduga terlibat ini juga melanggar prinsip-prinsip dasar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 421, yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara. Pasal ini menyatakan bahwa setiap pejabat yang dengan sengaja menyalahgunakan kekuasaannya dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Tuntutan Tindakan Tegas
Ini bukan sekadar masalah lokal; ini adalah cerminan dari bagaimana hukum diperlakukan dan diterapkan di Indonesia. Ketika penegak hukum sendiri terlibat dalam aktivitas kriminal, apa yang bisa kita harapkan dari sistem yang seharusnya melindungi kita?
Masyarakat berhak menuntut tindakan tegas dari pihak berwenang. Semua yang terlibat, tanpa memandang jabatan atau pangkat, harus diadili dan dihukum sesuai hukum yang berlaku. Penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Pemerintah dan aparat harus menunjukkan komitmen mereka dalam memerangi kegiatan ilegal ini. Kita membutuhkan tindakan nyata, bukan hanya retorika. Hanya dengan penegakan hukum yang kuat dan konsisten, kita bisa melindungi lingkungan dan memastikan bahwa hukum berlaku sama untuk semua orang.
Situasi di Nongsa adalah panggilan mendesak bagi perubahan. Kita harus segera bertindak untuk menghentikan kerusakan ini dan memulihkan kepercayaan masyarakat. Lingkungan kita, masa depan kita, dan integritas hukum kita sedang dipertaruhkan. Pemerintah dan aparat harus menunjukkan keberanian dan komitmen mereka dalam menegakkan hukum dan melindungi lingkungan dari kehancuran lebih lanjut.
Oleh: Sisca/ Redaksi
Social Header